Minggu, 02 September 2012

Suasana Lebaran di Rumahku


   Di sore yang petang, di saat Azan Magrib berkumandang, saat itulah anak-anak bergegas pergi menuju masjid hingga gemuruh takbir terdengar begitu kencang sampai mengguncang bumi ini. Letusan kembang api pun turut menyambut Hari Raya Idul Fitri. Warna-warni cahaya bertaburan menghiasi langit yang gelap. Para ibu pun berlomba-lomba membuat hidangan yang spesial untuk menyambut hari kemenangan esok.
   Dinginnya pagi, dengan tetesan embun yang membasahi dedaunan, menyambut paginya Hari Raya Idul Fitri. Semua orang menggunakan pakaian yang bersih dan suci. Wajah mereka terlihat bahagia dan berseri-seri memancarkan cahaya, bagaikan mentari menyambut pagi yang suci ini. Seiring gema takbir yang terus berkumandang, semua orang mulai dari anak-anak sampai kakek nenek berbondong-bondong menuju masjid untuk melaksanakan Sholat Idul Fitri.
   Setelah selesai melaksanakan Sholat Idul Fitri, dengan masih berselimut mukena, para jamaah masjid saling bersalaman dan bermaaf-maafan. Saat itulah hati terasa tenang seakan kesalahan-kesalahan yang telah kita perbuat hilang bak ditelan bumi.
   Sesampainya di rumah, kami langsung mengadakan acara sungkeman dengan orang tua tercinta dan adik-adik tersayang. Dengan diiringi gema takbir, kami langsung melaju ke kota nan sejuk dan asri kota kelahiran ayahku, Pagaralam.
   Selama perjalanan 7 jam, banyak hal yang saya jumpai mulai dari makanan kuliner yang membuat lidahku bergoyang-goyang ingin menyatapnya sampai tradisi lebaran di daerah-daerah yang kami lewati yang membuat hatiku penasaran ingin mengetahui bagaimana tradisi lebaran di daerah tersebut.
   Dengan disambut desiran angin yang menembus bajuku dan dengan lambaian dedaunan seakak menyambut kedatanganku. Dengan senyuman yang menghiasi wajah nenek, kakek, dan keluarga, mereka menyambutku dengan pernuh kebahagiaan. Sembah, sungkem, peluk, cium melepas rasa rindu kami.
   Untuk melepas penat, saya langsung menceburkan diri ke dalam dinginnya air Pagaralam yang membuat tubuhku menggigil. Tak terasa tiba-tiba aku mendengar sayup-sayup suara cacing-cacing di perutku mulai berteriak-teriak seakan menyuruhku menyantap hidangan malam bersama keluarga besarku di Pagaralam.
   Bantal guling melambai-lambai memanggilku. Mata ngantuk dan dinginnya malam mendukungku untuk menghampirinya. Kutarik selimut dan kututup mata.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar